Pengisian bahan bakar bersubsidi untuk kendaraan bermotor di sebuah SPBU, Kamis 4 Agustus 2022. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
Ekonomi, Fintech & UMKM

Agar Subsidi BBM Tepat Sasaran, YLKI Desak Perpres Nomor 191/2014 Diamandemen

  • JAKARTA, Jogjaaja.com - Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mendesak Presiden Joko Widodo untuk mengamandemen Peraturan Presiden
Ekonomi, Fintech & UMKM
Ties

Ties

Author

JAKARTA, Jogjaaja.com - Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mendesak Presiden Joko Widodo untuk mengamandemen Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM agar subsidi lebih tepat sasaran.

"Selama Perpres 191 ini belum diamandemen, subsidi energi dan kebijakan BBM butuh pengendlian. Perpres ini idealnya menjadi panduan bagi Pertamina dan SPBU agar tepat sasaran. Harus ada kejelasan subsidi sepeeti apa teermasuk tindakan hukum bila ada yang melanggar," kata Tulus Abadi saat diskusi online bertajuk pengendalian BBM bersubsidi tepat sasaran yang diadakan KBR dan YLKI, Senin (11/7/2022).

Menurut Tulus selain hukum positif, masyarakat bisa melakukan hukuman sosial bagi pemilik kendaraan mewah namun masih menggunakan BBM bersubdisi. Caranya dengan memfoto atau mem-videokan perilaku penyimpangan ekonomi tersebut.

Ketua Harian YLKI Pusat Tulus Abadi

"Difoto atau video saja dan diposting ke media sosial apabila masih saja ada pemilik mobil atau motor mewah yang masih rela antri menggunakan BBM bersubsidi. Itu adalah tindakan mengambil hak orang lain sembari menunggu nyali atau ketegasan pemerintah untuk mengamandemen Perpres 191 Tahun 2014. Terutama aturan siapa yang boleh atau tidak mengkonsumsi BBM bersubsidi," tegasnya.

Tulus menjelaskan selain tindakan hukum tegas dibutuhkan kebijakan mengikat agar subsidi BBM ini tepat sasaran. Sedangkan penggunaan kendaraan listrik belum sepenuhnya tepat karena masih tingginya populasi sepeda motor dan mobil yang masih mengggunakan bahan bakar fosil ini.

"Jumlah populasi kendaraan listrik yang ditargetkan pemerintah sebanyak 13 juta unit. Sedangkan jumlah mobil saat ini mencapai 63 juta unit. Penggunaan listrik hanya mengurangi dampak di hilir saja, adapun di hulu masih mengandalkan batu bara sebagai penghasil listriknya," ungkap Tulus.

Tulus mengakui harga BBM bersubsidi yang murah menjadi faktor masyarakat enggan beralih ke non subsidi. Kondisi ini berbeda dibandingkan Malaysia yang bisa menjual harga BBM non subsidi lebh murah karena negeri jiran itu bukan importir BBM dimana harganya tergatung mekanisme pasar.

"Sebaliknya Indonesia adalah importir sehingga kebijakan harga BBM dalam negeri dipengaruhi mekanisme pasar internasional. Pengendalian berbasis digital yakni MyPertamina menjadi kebijakan yang masuk akal," ungkapnya.

Tulus berpendapat respon masyarakat terhadap penggunaan MyPertamina dalam pembelian BBM disebkan kurangnya komunikasi publik dari pemangku kepentingan dan Pertamina. Karena itu, pengendalian BBM subsidi menjadi pilihan yang masuk akal. Di mana seluruh barang bersubsidi layak untuk dibatasi dan dikendalikan. Hal tersebut sejalan dengan UU No 30 Tahun 2007 tentang Energi yang pada dasarnya menegaskan subsidi energi itu adalah hak masyarakat yang tidak mampu.

Direktur KBR Bimo Murti mengakui keputusan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi melemahkan kembali ekonomi masyarakat yang mulai bangkit pascapandemi Covid-19. Namu, diperlukn pemahahaman masyarakat secara menyeluruh mengenai pengendalin harga BBM bersubsidi. Termasuk mengarah pada penggunaan energi baru terbarukn yang lebih ramah lingkungan.

Sebagaimana diketahui dengan pertimbangan perkembangan kebutuhan nasional atas Bahan Bakar Minyak (BBM) dan dalam rangka pemberian subsidi yang lebih tepat sasaran, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tanggal 31 Desember 2014 telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusia dan Harga Jual Eceran BBM.

Jenis BBM yang diatur dalam Perpres ini terdiri atas: a. Jenis BBM Tertentu; b. Jenis BBM Khusus Penugasan; dan c. Jenis BBM Umum. Jenis BBM Tertentu terdiri atas Minyak Tanah (Kerosene) dan Minyak Solar (Gas Oil), BBM Khusus Penugasan merupakan BBM jenis Bensin (Gasoline) RON minimum 88 untuk didistribusikan di wilayah penugasan (seluruh wilayah NKRI kecuali DKI Jakarta, Jabar, Jateng, Jatim, DI Yogyakarta, dan Bali).

Sedangkan jenis BBM umum terdiri atas seluruh jenis BBM di luar jenis BBM Tertentu dan BBM Khusus Penugasan. Menurut Perpres ini, Jenis BBM Tertentu dan perencanaan volume kebutuhan tahunan serta perencanaan  volume penjualan digunakan sebagai dasar penyediaan dan pendistribusian Jenis BBM Tertentu.

Adapun penugasan penyediaan dan pendistribusian Jenis BBM Tertentu kepada Badan Usaha, menurut Perpres ini, dapat dilakukan melalui penunjukan langsung dan/atau melalui seleksi. (*)