Bantul

Digunakan untuk Pembangunan JJLS, Ahli Waris Tanah Tutupan Jepang Sebut Ada Kecacatan Hukum

  • BANTUL, Jogjaaja.com - Ahli waris tanah tutupan Jepang menyebut proses pengambilan alih lahan warga bekas pendudukan Jepang yang bakal digunakan pembangunan Jal
Bantul
Ties

Ties

Author

BANTUL, Jogjaaja.com - Ahli waris tanah tutupan Jepang menyebut proses pengambilan alih lahan warga bekas pendudukan Jepang yang bakal digunakan pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) terindikasi cacat hukum. 

Pasalnya, sebagai ahli waris, mereka justru tak diberikan uang ganti rugi, dan justru diminta untuk menyumbangkan sebagian tanahnya.

Sekretaris Masyarakat Pengelola Tanah Tutupan Jepang Parangtritis (MPT2P), Suparyanto mengatakan, sebelumnya, dirinya bersama ahli waris lainnya diminta bertemu dengan Pemda DIY yang diwakili Kanwil BPN DIY, Dispertaru DIY dan BPN Bantul. Dalam sosialisasi tersebut, Pemda DIY meminta kepada warga untuk menyumbangkan tanah untuk pembangunan JJLS.

"Kanwil BPN DIY, Dispertaru atau Tata Ruang DIY, dan BPN Bantul menyatakan bahwa tanah tutupan Jepang semua akan ditata kembali dengan sistem sumbangan tanah  Artinya semua pengelola tanah diminta untuk sepakat menyumbang sebagian tanahnya, kurang lebih 20 persen dari tanah yang dimiliki untuk fasilitas sosial dan fasilitas umum," katanya, Rabu (7/6/2023).

"Dari luas tanah tutupan 118 hektare akan terkumpul sumbangan tanah 23,4 hektare untuk fasos dan fasum termasuk tanah yg terkena JJLS seluas luas 15,1 hektare. Lalu, sisanya yang tidak digunakan untuk JJLS akan diterbitkan sertifikat. Nah, dengan akan diterbitkan sertifikat tanah dari pengelola sebanyak 169 orang tersebut, berarti Pemda DIY telah mengakui status alas hak kepemilikannya. Pertanyaannya, mengapa tanah yang terkena JJLS yang 15,1 hektare tanpa ada ganti rugi," katanya.

Padahal menurutnya, terkait perintah penerbitan tanah yang pernah diambil alih pada masa penjajahan Jepang telah diatur dalam Surat GTRA DIY No 2411/BA-34.NP/X/2021 tentang Pemulihan Atas Alas Hak Kembali kepada Pemilik (ahli waris yang menguasai tanah), UU No 2 Tahun 2012. Surat Edaran Mendagri No H 20/5/7 tahun 1950, Surat Edaran Menteri ATR/Kepala BPB RI No 1741-310.21-DII 28 tahun 2009 tentang Penyelesaian Status Tanah Tutupan Jepang Menjadi Hak Milik, Surat Edaran Menteri ATR/Kepala BPN RI No 1746/5.1/IV/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Masyarakat.

Kemudian Surat Edaran Mendagri No 500/835/BAK tahun 2017 tentang Penyelesaian Status Atas Hak Tanah yang Diambil Alih oleh Pemerintah Pendudukan Jepang, Permen ATR/Kepala BPN RI No 12 Tahun 2019 tentang Konsolidasi Tanah untuk Memberikan Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Warga Masyarakat, serta Surat Bupati Bantul tahun 2023 tentang Perintah kepada Lurah Parangtritis untuk Menerbitkan Kutipan Letter C diberikan kepada pengelola atau ahli waris. "Apakah itu tidak bertentangan dengan aturan tersebut," katanya.

Menurutnya, dari surat-surat tersebut telah mengisyaratkan adanya kepastian hukum soal status kepemilikan tanah tutupan Jepang. Namun, anehnya hal tersebut justru dianggap tidak jelas oleh beberapa pihak pemerintah sendiri.
"Malah ada beberapa pihak yang menganggap status kepemilikan tanah itu tidak jelas. Kan ini aneh," tutupnya. (Anz)