Sleman

Gelar Seminar, Buku Seni Rupa dan PSPSR UGM Hadirkan Jim Supangkat

  • SLEMAN, Jogjaaja.com - Buku Seni Rupa dan Program Studi Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa (PSPSR) UGM menggelar seminar dengan mengundang Jim Supangkat,
Sleman
Ties

Ties

Author

SLEMAN, Jogjaaja.com - Buku Seni Rupa dan Program Studi Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa (PSPSR) UGM menggelar seminar dengan mengundang Jim Supangkat, seorang subjek penting dalam perjalanan seni rupa di Indonesia, Rabu (10/5/2023) di uditorium Lantai 5, Gedung Sekolah Pascasarjana, UGM.

Jim dilahirkan di Makassar, 2 Mei 1948, tumbuh besar di Jakarta dan Bandung, hingga berkuliah di ITB, dan terlibat aktif dengan pergerakan mahasiswa ASRI, hingga berujung pada lahirnya GSRB (Gerakan Seni Rupa Baru). Selain berprofesi sebagai kurator, ia juga aktif menjadi wartawan di Majalah Zaman, Aktuil hingga Tempo.

Jim Supangkat baru saja merilis buku "Seni Rupa Dunia: Setelah Satu Abad Gagal Paham" sebuah hasil endapan sejak awal karir kepenulisannya dalam dunia seni rupa. Jim mengolah persoalan mendasar dalam ranah epistemologi dan linguistik, yang berkelindan dengan persoalan dekolonisasi dan desentralisasi Euro-Amerika dalam pewacanaan dan praktik seni rupa.

Buku “Seni Rupa Dunia: Setelah Satu Abad Gagal Paham” adalah suatu tawaran pemikiran, pembacaan maupun analisa yang argumentatif mengenai titik pijakan atau yang selalu disebut Jim sebagai “common ground” bagi seni rupa dunia, dengan mengesampingkan meletakkan nilai lokalitas pada konteks masing-masing, namun menyemai nilai-nilai universalitas yang ada untuk dipertemukan dengan beragam “ungkapan artistik” atau ranah estetika itu sendiri.

Pada bukunya, Jim juga menekankan arti penting “seni" yang lahir dari serangkaian sentuhan perjumpaan pemikiran dan praktik antara timur dan barat. Kata "Seni" dinilainya telah mencerminkan atau paling tidak sebagai tawaran kepada seni rupa global hari ini. Sebab kata "Seni" sama sekali lain dengan istilah “Art” yang terbukti bias pada lokalitas Eropa. Ironisnya di masa perkembangan mutakhirnya pemikiran pascakolonial hari ini, ketidakadilan pengetahuan dan sudut pandang sejarah (konteks Eropa) itu masih saja terus dipaksakan serta dianggap universal untuk seluruh dunia, khususnya dengan istilah sinis: “Seni di luar Eropa” / “non-Western Art”.

Ketua Panitia Seminar Jim Supangkat, Huhum Hambilly menyambut antusias atas terbitan setiap buku terkhusus topik seni rupa, “Kami menaruh hormat pada siapapun pelaku seni yang menulis buku dan selalu ingin terlibat menjadikan buku tersebut populer dan laris, terkhusus buku Pak Jim dengan segala profil dan kualitas isinya,” katanya.

Acara seminar yang diorganisir Buku Seni Rupa dan PSPSR UGM ini disiapkan selama 3 bulan. Menjadi istimewa dengan bertepatan dengan usia Jim yang ke 75 tahun dan dirilisnya 75 Ayat Jim Supangkat. Rangkaian acara terdiri dari dua sesi, diantaranya sesi 1 khotbah Jim Supangkat, sesi 2 musyawarah Heri Dono (seniman dan pendiri Studio Kalahan), Alia Swastika (Kurator dan Direktur Yayasan Biennale Yogyakarta) dan Suwarno Wisetrotomo (Kurator dan Dosen ISI Yogyakarta). Diakhiri dengan sesi tanda tangan, foto dan performance Ringin Gendong oleh Seniman FJ Kunting.

“Peserta sendiri terdiri dari berbagai kalangan, banyak dari guru-guru-pengajar dari berbagai Sekolah dan Universitas, para profesional dari berbagai disiplin, juga warganet yang terjaring–yang bisa menjawab pengetahuan seni rupa itu banyak yang membutuhkan,” jelas Huhum. (Anz)