Gunungkidul

Gunungkidul Jadi Pilot Project Pengembangan Ekosistem Green Economy

  • WONOSARI, Jogjaaja.com - Gara-gara sapi 'makan' sapi, Kraton Yogyakarta menunjukan dan membuktikan komitmennya kepada NKRI yakni menjaga lingkungan dan sekaligu
Gunungkidul
Ties

Ties

Author

WONOSARI, Jogjaaja.com - Gara-gara sapi 'makan' sapi, Kraton Yogyakarta menunjukan dan membuktikan komitmennya kepada NKRI yakni menjaga lingkungan dan sekaligus menyejahterakan masyarakat. 

Cerita adanya sapi ‘makan’ sapi dikisahkan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X di Dusun Ngrejek Wetan, Desa Gombang, Ponjong, Gunungkidul, Yogyakarta pada pekan ini. Komitmen yang dimaksud adalah menyejahterakan masyarakat tanpa harus merusak lingkungan alam sekitar.

Kisah sapi 'makan' sapi itu didengar ratusan orang yang hadir dalam peluncuran Program Pengembangan Ekosistem Green Economy (Ekonomi Hijau) pada Selasa (14/02/2023). Program istimewa ini diselenggarakan berkat kerjasama antara PT PLN, PT PLN Energi Primer Indonesia (EPI), PT Energy Management Indonesia (EMI), Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kraton Kasultanan Yogyakarta. Demikian diungkapkan GKR Mangkubumi, puteri sulung Sri Sultan Hamengkubuwono X, di Yogyakarta, Minggu (19/03/2023).

Gunung Kidul adalah lumbung ternak di DIY, demikian Sri Sultan bertutur sebagaimana dikutip GKR Mangkubumi. Selain dari ternak, masyarakatnya hidup dari pertanian. Jika pertanian yang ditanam adalah padi, ubi, jagung dan lainnya. Sementara kalau peternakan rumah yang dipelihara masyarakat adalah sapi atau kambing. Dari sinilah masyarakat Gunung Kidul hidup. Namun permasalahan klasik muncul ketika musim kemarau datang. Ternak terancam kelaparan karena tidak ada tumbuhan hijau untuk pakan ternak. Oleh karena itu tidak mengherankan jika pada musim kemarau di Gunung Kidul ini banyak terjadi peristiwa sapi 'makan' sapi.

"Jika biasanya seorang warga di Gunung Kidul memiliki 3 sapi, maka  pada musim kemarau masyarakat tidak dapat mempertahankan itu. Karena kelangkaan pakan ternak, maka satu dari tiga sapi itu akan dijual. Dan hasil penjualan sapi itu, akan dibelikan pakan ternak yang berasal dari daerah lain. Dibutuhkan kurang lebih Rp250.000 per bulan untuk membeli pakan ternak dari daerah lain. Akhirnya ya, sapi makan sapi yang terjadi,“ ujar GKR Mangkubumi.

Oleh karena itu, Kraton menyambut baik ketika DIY terpilih menjadi pilot project program Pengembangan Ekosistem Green Economy untuk Mendukung Net Zero Emission (NZE) Berbasis Keterlibatan Masyarakat di DIY dalam konteks Sustaninable Development Goals (SDG) – pembangunan berkelanjutan.  Ditegaskan GKR Mangkubumi, Kraton Yogyakarta memegang kuat filosofi Memayu Hayuning Bawana untuk membangun dan menyejahterakan masyarakat.

"Makanya, pilot project ini merupakan Kerjasama antara PT PLN Energi Primer Indonesia, Pemerintah DIY dan Kraton Kasultanan Yogyakarta. Kraton Kasultanan Yogyakarta menyediakan tanah Sultan Ground untuk dapat ditanami pohon-pohon yang mendukung semua kepentingan. Lingkungan terjaga, masyarakat mengambil manfaat dari daun-daun dari pohon yang ditanam dan PLN dapat menggunakan ranting-rantingnya untuk Co-Firing bagi PLTUnya,“ ujar GKR Mangkubumi.

Kisah sapi 'makan' sapi itu dibenarkan oleh Supriyanto Lurah Kelurahan Gombang, Kapanewon Ponjong, Gunung Kidul, Yogyakarta. Dijelaskan, bahwa  hampir setiap keluarga di kelurahannya memiliki sapi atau kambing. Kambing atau sapi bagi warga desa merupakan raja kaya atau asset setiap keluarga. Hanya masalah muncul seiring dengan hadirnya musim kemarau, kelangkaan pakan hewan terjadi.

Melalui program ini, sebanyak 50.000 bibit pohon pakan ternak yakni Gamal, Indigofera, Gmelina atau Jati Putih, dan Kaliandra Merah ditanam penduduk di dua kelurahan tersebut secara bergotong-royong di areal seluas 30 hektare. Tujuan program ini adalah menyediakan pakan ternak bagi daerah Kelurahan Gombang dan Karangasem Gunung Kidul. Dengan demikian, diharapkan nantinya pakan ternak tetap tersedia meski musim kemarau datang.

 

“Warga dilibatkan dalam menentukan jenis bibit tanaman sesuai dengan kebutuhan untuk mengatasi persoalan kekurangan pakan. Oleh karena itu masyarakat adalah pelaku dan pihak yang memperoleh manfaatnya. Karena masyarakat diminta memilih bibit tanaman sesusai dengan kebutuhan pangannya. Kami mengucapkan terimakasih karena dibantu menyelesaikan persoalan,“ ujar  Parimin, Lurah Kelurahan Karangasem, Gunung Kidul, Yogyakarta. (Anz)