Otomotif

Kembali ke Gampingan Setelah 47 Tahun, Af+ermasks Wujud Pameran Tunggal Hanafi

  • YOGYA, Jogjaaja.com - Af+ermasks, sebuah tajuk pameran tunggal Hanafi, merupakan buah pengalaman serta pemikiran seni yang tumbuh di situasi pandemi Covid-19. H
Otomotif
Ties

Ties

Author

YOGYA, Jogjaaja.com - Af+ermasks, sebuah tajuk pameran tunggal Hanafi, merupakan buah pengalaman serta pemikiran seni yang tumbuh di situasi pandemi Covid-19. Hanafi adalah salah satu maestro seni rupa yang dimiliki Indonesia, ia lahir di Purworejo, Jawa Tengah, 5 Juli 1960. Pameran Af+ermasks sudah direncanakan oleh penyelenggara, Heri Pemad Manajemen, sejak satu tahun terakhir.

Acara ini juga dinanti oleh seniman maupun pecinta seni, sebagai ajang temu kangen, nostalgia sekaligus persembahan karya-karya mutakhir Hanafi. 47 tahun yang lalu, di Gampingan, Hanafi mulai mengenal seni rupa. Bagi penyelenggara, “Hanafi adalah sosok penting, seniman yang menginspirasi, ia juga membuka sebuah ruang untuk menjadi lokasi beraktivitas para seniman lintas disiplin,” terang Gading Paksi selaku promotor Heri Pemad Manajemen.

Sebelum menjadi Jogja National Museum, nama Gampingan memiliki sejarah tersendiri bagi beberapa seniman. Komplek ini pernah menjadi lokasi pendidikan seni rupa pertama di Indonesia yaitu Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI-1950) yang merupakan cikal bakal berdirinya Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, juga terdapat Sekolah Seni Rupa Indonesia (SSRI). Hanafi aktif menjadi pelajar SSRI selama kurun 1976-1979.

Hanafi pernah mendapat predikat Top 10 Philip Morris Art Award 1997, sejak tahun 1992 ia telah melakukan banyak pameran tunggal dan bersama lebih dari 100 kali. Pamerannya kali ini kembali dikuratori oleh Agung Hujatnika. Agung juga pernah mengkuratori pameran tunggal Hanafi sebelumnya, salah satunya Migrasi Kolong Meja (2013).

Menurut Agung pameran ini dipenuhi lukisan-lukisan yang menghindar dari asosiasi langsung dan seketika dengan perspektif objek sehari-hari yang hanya menonjolkan coretan garis-garis lengkung maupun lempeng yang bertumpuk, rumit, kusut, bidang atau blok warna yang saling tubruk dan menumpuk, sapuan kuas spontan dan bentangan kanvas yang luas.

"Masks dalam pameran ini tidak sedang membicarakan hal-ihwal pandemi belaka, sudah menjadi tabiat artistik Hanafi untuk merefleksikan sesuatu lalu mengekspresikannya dengan cara yang tidak langsung," jelas Agung.

Karya-karya Hanafi digarap di kawasan Depok pada tahun-tahun berat masa Pandemi Covid-19. Masker dalam karya-karya Hanafi memiliki filosofi tersendiri, "masker bukan hanya untuk melindungi diri kita dari penyebaran virus Corona, tetapi juga membatasi diri agar orang lain tidak tertular oleh kita. Masker adalah bentuk kesepakatan untuk kehidupan bersama. Masker adalah suatu perubahan yang sangat mendalam, menekan dan penuh misteri tentang kematian, tentang visi waktu dan kemacetan, waktu menggenang dalam ketidakpastian," dikutip dari tulisan pengantar pameran oleh Zen Hae.

Menurut Hanafi, pameran ini merupakan konfirmasi dari sebuah kenyataan tentang pengalaman selama mengalami pandemi Covid-19 kurang-lebih tiga tahun dan kita masih harus waspada bahwa pandemi itu belum benar-benar usai.

Terdapat lebih dari 100 karya yang terdiri atas tiga seri yaitu ‘Af+ermasks’, ‘Developmentalism/Wadas’ dan ‘Sarung Basah Ayah’. Karya-karya ini akan ditampilkan di 3 lantai gedung utama Jogja National Museum. Selain pameran, akan ada program aktivasi seperti artist talk, tour kuratorial dan kuis.

Pameran dibuka oleh Ugo Untoro, pada tanggal 12 Maret 2023, pukul 17.00 - 22.00 WIB dan berlangsung dari 13 Maret - 12 April 2023 pukul 10.00 - 22.00 WIB. 

Pameran ini  berbayar dengan harga tiket Rp.30.000. Registrasi bisa melalui link pada bio Instagram @heripemadmanajemen atau bisa langsung ke Jogja National Museum, Jl. Prof. Dr. Ki Amri Yahya, No.1, Pakuncen, Wirobrajan, Yogyakarta. (*)