Ilustrasi depresi
Gaya Hidup

Masyarakat Alami Depresi dan Kecemasan Akibat Covid-19, Ini Pertolongan Pertama yang Bisa Diberikan

  • PANDEMI Covid-19 telah berjalan selama dua tahun dan mempengaruhi semua sektor kehidupan manusia. Mulai dari ekonomi, sosial hingga psikologis. Semua sektor keh
Gaya Hidup
Ties

Ties

Author

PANDEMI Covid-19 telah berjalan selama dua tahun dan mempengaruhi semua sektor kehidupan manusia. Mulai dari ekonomi, sosial hingga psikologis. Semua sektor kehidupan manusia mengalami kemerosotan akibat virus corona.

Kendati demikian, berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi pandemi berkepanjangan mulai dari menerapkan protokol kesehatan sampai vaksinasi. Selain itu, masyarakat diingatkan terus menjaga kesehatan jasmani dan rohaninya. Termasuk kesehatan jiwa karena berdasarkan surveilans yang dilakukan kepada 2364 responden Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) pada Mei 2020 menunjukkan bahwa 69% responden mengalami masalah psikologis selama Covid-19. Masalah psikologis yang paling banyak dialami adalah 67% mengalami depresi, 68% mengalami kecemasan, dan 77% mengalami stres pasca trauma. Oleh karena itu, masalah mengenai depresi penting untuk dibahas.

Hal tersebut disampaikan oleh Nopi Rosyida (Psikolog Gadjah Mada Medical Center) dalam kegiatan Webinar Series yang mengusung tema “ Afternoon Talk Mental Health Literacy ” belum lama ini. Nopi memaparkan bahwa dalam depresi ada yang disebut Major Depressive Disorder (terdapat sembilan simtom). Dalam hal ini setidaknya ada lima simtom yang dialami dalam dua minggu yang sama. Pertama, perasaan tertekan pada sebagian besar waktu, hampir setiap hari, ditunjukkan oleh laporan pribadi misalnya merasa sedih, kosong, dan putus asa.

Kedua, lanjut Novi berkurangnya minat atau kesenangan secara nyata pada semua atau sejumlah besar aktivitas. Ketiga, penurunan/peningkatan berat badan yang signifikan ketika tidak melakukan diet/program penambahan berat badan. Keempat, insomnia atau hypersomnia hampir setiap hari. Kelima, agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari.

Simtom selanjutnya menurut Nopi adalah merasa tidak berharga atau memiliki rasa bersalah berlebihan, berkurangnya kemampuan berpikir/berkonsentrasi, serta pikiran tentang kematian yang berulang (bukan ketakutan akan kematian), ide bunuh diri yang berulang baik tanpa rencana atau dengan rencana yang jelas dalam bunuh diri.

“Ini kita sampaikan kepada teman-teman bukan untuk self-diagnose tetapi memberikan gambaran secara umum seperti apa depresi itu. Jika memang merasa demikian ini harus dikonfirmasi, datang ke psikolog atau ke psikiater langsung karena bisa jadi ada beberapa simtom yang mirip tetapi bisa jadi bukan depresi namun gangguan lain. Lalu, depresi merupakan salah satu penyebab bunuh diri. Penyebabnya banyak, namun salah satunya depresi.” papar Nopi.

Selanjutnya Nopi menyampaikan bahwa pertolongan pertama pada bunuh diri dapat dimulai dengan diri sendiri. Yang bisa kita lakukan untuk membantu diri kita sendiri adalah sadari dulu apa yang sedang terjadi dengan memikirkan triggernya apa, sensasi fisik dan emosi yang dipikirkan apa, dan pikiran yang muncul apa. Kedua, mengalihkan pikiran saat muncul pikiran untuk bunuh diri. Hal ini bisa dilakukan dengan membuat daftar aktifitas untuk mengalihkan ide melukai diri sendiri. Terakhir adalah dengan menulis jurnal dan mencari bantuan.

Nopi menegaskan bahwa setiap orang bisa menjadi penolong pertama dan jangan remehkan kemampuan Anda untuk menolong OKBD (Orang dengan Kecenderungan Bunuh Diri) dan mencegahnya bunuh diri.

“Prinsip dasar dalam Psychological First Aid (PFA) adalah look (amati yang dibutuhkan, kemudian berikan bantuan secukupnya, tidak terlalu banyak, juga tidak terlalu sedikit) listen (tidak perlu memaksa mereka untuk bercerita, jangan memaksakan bantuan karena mengambil jarak juga merupakan PFA), dan link (apabila situasinya memungkinkan ajak ia untuk menemui professional).

Sementara itu,Nurul Kusuma H., M.Psi., Psikolog, menambahkan bahwa bunuh diri dapat dicegah dengan menilai kemungkinan risiko bunuh diri, mendengarkan tanpa menghakimi, memberikan penghiburan (reassurance) dan informasi, dorong untuk mencari bantuan profesional, mendorong untuk melakukan self-help dan melakukan strategi dukungan lain. (*)