News

Mengenal Kebo Bule, Ikon Keraton Surakarta yang Mati Kena PMK

  • SOLO, Jogjaaja.com - Salah satu hewan ikon Keraton Surakarta, Kebo Bule, kerbau albino yang berusia 20 tahun, dikabarkan mati akibat terpapar penyakit mulut dan
News
Ties

Ties

Author

SOLO, Jogjaaja.com - Salah satu hewan ikon Keraton Surakarta, Kebo Bule, kerbau albino yang berusia 20 tahun, dikabarkan mati akibat terpapar penyakit mulut dan kuku (PMK) pada Kamis (21/7/2022) kemarin.

Dilaporkan kantor berita Antara, Wakil Pengageng Sasana Wilopo Keraton Kasunanan Surakarta KRA Dani Nuradiningrat mengatakan, bahwa salah satu Kebo Bule yang mati berjenis kelamin betina.

"Ya. Mati satu, kerbau betina. Sebetulnya dua minggu sebelumnya sudah kami antisipasi, Sinuhun [sultan] sudah mengutus saya ke kandang mahesa untuk menanyakan ke srati (pawang kerbau)," katanya, Jumat (22/7/2022).

"Kami juga sudah koordinasi juga dengan Dispertan (Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian), dokter meluncur mengecek," imbuhnya.

Ia mengatakan, dari hasil pemeriksaan tersebut, sekitar seminggu sebelumnya tidak ditemukan tanda-tanda kerbau terpapar PMK.

"Tapi kemarin kedapatan mati satu, dicek terindikasi PMK yang ada di kandang sebelah barat. Kami ada tiga kandang, barat, timur, dan di Sitinggil," katanya.

Selanjutnya, usai dilakukan pemeriksaan kembali diketahui ada tujuh ekor kerbau lain yang juga terpapar PMK. Keraton Surakarta sendiri saat ini memiliki 18 ekor kebo bule.

"Untuk yang tujuh ekor ini kami melakukan tindakan pengobatan dan preventif ke kandang-kandang yang terkena karena inkubasi PMK ini cepat sekali. Diperkirakan dokter hewan penularannya lewat manusia," katanya.

Mengenal Kebo Bule

Kebo Bule merupakan salah satu ikon yang cukup terkenal di Kota Solo, khususnya saat perayaan malam satu Suro.

Kehadirannya selalu ditunggu-tunggu dengan antusiasme yang tinggi dari warga masyarakat.

Melansir laman resmi pemerintah kota Surakarta, menurut kepercayaan orang Jawa, satu di antara kisah yang banyak berkembang di tengah masyarakat, Kebo Bule ini dianggap membawa berkah dan keselamatan dari Yang Maha Kuasa.

“Kedatangannya selalu dinantikan dan banyak warga, yang berusaha untuk memegang dan mengambil air jamasan,” tulisnya, dalam laman surakarta.go.id, dikutip Jumat (22/7/2022).

“Bahkan ada pula yang berbondong-bondong mengambil kotoran si Kebo Bule yang terjatuh di jalan saat ritual mubeng beteng membawa pusaka-pusaka milik Keraton Kasunanan karena dipercaya memiliki khasiat tertentu,” imbuhnya.

Lebih lanjut, adanya kepercayaan dari masyarakat akan kekuatan yang dimiliki oleh Kebo Bule ini tentu menyimpan sejarah yang penting untuk diketahui.

Salah satu ikon Kebo Bule yang terkenal adalah yang diberi nama ‘Kyai Slamet’. Kyai Slamet sendiri sebenarnya merupakan nama dari salah satu pusaka berbentuk tombak milik Keraton Kasunanan, yang sering dibawa berkeliling tembok Baluwarti setiap hari Selasa dan Jumat Kliwon oleh Pakubuwono X, di mana Kebo Bule selalu mengikuti di belakang.

“Karena rutinitas yang kerap dilakukan inilah kemudian berubah menjadi sebuah tradisi yang terus dilestarikan oleh kerabat keraton hingga saat ini. Karena Kebo Bule selalu membersamai saat tradisi ini dilakukan, maka kemudian kebo ini identik dengan sebutan Kebo Bule Kyai Slamet karena ikut berjalan beriringan di belakang tombak Kyai Slamet,” tulisnya.

Kebo Bule ini sendiri merupakan pemberian dari Bupati Ponorogo, Kyai Hasan Besari Tegalsari, sebagai hadiah kepada kerajaan.

Hadiah ini diberikan lantaran Kyai Hasan Besari kala itu mengetahui bahwa Pakubuwono II berhasil merebut kembali Keraton Kartasura dari tangan pemberontak Pecinan, yang kemudian dilanjutkan dengan hijrahnya kerajaan dari Kartasura ke Desa Sala pada 20 Februari 1745. Pemberian kerbau ini dimaksudkan sebagai pengawal dari tombak Kyai Slamet tadi.

Yang menarik dari kisah ini, ternyata dipilihnya Desa Sala sebagai lokasi kerajaan yang baru ternyata ada peran Kebo Bule di dalamnya.

“Saat pemindahan kerajaan dilakukan, kerbau ini dilepas dan dibiarkan berjalan sendiri hingga akhirnya berhenti di tempat yang kini menjadi lokasi Keraton Kasunanan berdiri.”

Lebih lanjut, kerbau kesayangan Pakubuwono II yang diberikan sebagai hadiah tentu memiliki makna tersendiri, yaitu sebagai lambang rakyat kecil utamanya kaum petani dan simbol penolak bala karena kerbau dipercaya memiliki kepekaan dalam mengusir roh jahat dan atau mampu menghilangkan niatan buruk.

Selain itu, meski kerbau identik dengan hewan bodoh, justru inilah yang dijadikan sebagai pengingat bahwa sebagai manusia yang berakal budi haruslah menjadi manusia yang pintar.

Jangan sampai bertindak serta berpikir bodoh selayaknya kerbau. (Eff)