Jogja

Pacu Transisi Energi, Pakar Rekomendasikan Kajian Mendalam Power Wheeling

  • YOGYA, Jogjaaja.com - Pakar energi Institut Teknologi Bandung (ITB), Nanang Hariyanto mendorong pihak terkait untuk mengkaji lebih dalam Power Wheeling yang dil
Jogja
Ties

Ties

Author

YOGYA, Jogjaaja.com - Pakar energi Institut Teknologi Bandung (ITB), Nanang Hariyanto mendorong pihak terkait untuk mengkaji lebih dalam Power Wheeling yang dilaksanakan untuk percepatan transisi energi. Hal itu disampaikannya dalam Seminar Transisi Energi di Yogyakarta yang diikuti oleh ratusan pakar energi dan listrik se Indonesia.

Menurut Nanang, Power wheeling adalah istilah yang digunakan dalam industri kelistrikan untuk menggambarkan pengiriman energi listrik dari satu lokasi ke lokasi lain melalui sistem transmisi yang dimiliki oleh pihak ketiga.

"Praktik power wheeling ini biasanya dilakukan ketika pemilik sumber energi listrik, seperti pembangkit listrik independen atau produsen energi terbarukan, ingin mengirimkan energi yang dihasilkan ke lokasi yang berbeda dengan menggunakan infrastruktur transmisi yang dimiliki oleh perusahaan listrik," jelas Nanang, Kamis (18/5/2023).

Dalam skenario power wheeling, pemilik sumber daya energi (misalnya, pembangkit listrik tenaga surya atau tenaga angin) dan perusahaan listrik yang memiliki jaringan transmisi terhubung melalui perjanjian atau kontrak yang memungkinkan pemilik sumber daya untuk mengirimkan energi listrik yang dihasilkan ke jaringan transmisi perusahaan listrik tersebut. Energi listrik tersebut kemudian dapat digunakan oleh konsumen atau dijual ke pasar energi listrik.

"Power wheeling memungkinkan pemanfaatan sumber energi yang terletak jauh dari pusat konsumsi listrik, seperti daerah pedesaan yang terpencil, untuk mengirimkan energi listrik ke daerah dengan permintaan tinggi. Ini juga memberikan kesempatan bagi produsen energi terbarukan untuk mengintegrasikan produksi energi mereka ke dalam jaringan transmisi yang sudah ada tanpa perlu membangun infrastruktur transmisi sendiri," ujarnya.

Power wheeling menjadi penting dalam menghadapi transisi energi. Power wheeling memungkinkan pengiriman energi dari sumber-sumber energi terbarukan yang terletak di daerah terpencil atau jauh dari pusat beban ke daerah yang membutuhkan energi tersebut dengan memanfaatkan infrastruktur transmisi yang sudah ada. Dengan demikian, ini dapat membantu meningkatkan penetrasi energi terbarukan dalam grid listrik secara efisien.

Di Indonesia, secara regulasi, power wheeling diatur dalam UU No. 30/2009 tentang Ketenagalistrikan dan PP No. 14/2012. Dalam UU No 30/2009 tentang Ketenagalistrikan, dinyatakan bahwa usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dilakukan oleh satu badan usaha dalam satu wilayah usaha.

Hal ini menyebabkan sistem kelistrikan indonesia menjadi non-competitive market karena hanya dikuasai oleh satu badan usaha dalam satu wilayah usaha. Karena seluruh Indonesia bydefault merupakan satu wilayah usaha PLN (meskipun saat ini ada beberapa wilayah usaha baru non PLN) maka tidak ada mekanisme kompetisi dalam satu wilayah usaha, sehingga proses power trading melalui power wheeling dalam wilayah usaha tersebut tidak memungkinkan, kecuali PLN mau melepas wilayah usahanya.

Sementara Pada PP No. 14/2022, pasal 4 ayat(1) menyatakan bahwa usaha transmisi tenaga listrik wajib membuka kesempatan pemanfaatan bersama jaringan transmisi untuk kepentingan umum. Hal ini membuka peluang adanya power wheeling karena transmisi bersifat open access dan tidak boleh ada diskriminasi ketika power wheeling berjalan.

Pada ayat(2) di pasal yang sama, disebutkan bagaimana skema power wheeling dapat berjalan, yaitu dengan membebankan sewa jaringan (wheeling charge) kepada pelaku power wheeling. Namun pada ayat(3) disebutkan bahwa pemanfaatan jaringan transmisi dilaksanakan sesuai dengan kemampuan kapasitas jaringan transmisi yang mana hal ini memberi kekuasaan pada PLN selaku pemilik saluran transmisi untuk menentukan sisa kapasitas yang dapat dipakai oleh pelaku wheeling setelah PLN menerapkan economic dispatch dengan memperhatikan kriteria keandalan dan kualitas operasi. Hal ini berpotensi menyebabkan timbulnya diskriminasi.

 

 

"Dengan demikian, maka untuk menjalankan power wheeling, kedua regulasi tersebut perlu ditinjau kembali. Power wheeling berpotensi sebagai opportunity dan disturbance bagi PLN, tergantung dengan kondisi jaringan. Opportunity apabila power wheeling dapat memanfaatan infrastruktur transmisi yang sudah ada, dan dapat manfaatkan kapasitas yang belum digunakan sepenuhnya sehingga mengoptimalkan penggunaan infrastruktur transmisi yang ada," pungkas dia. (Anz)