Ekonomi, Fintech & UMKM

Rekayasa Keuangan Dinilai Ancam Sektor Perbankan dan Industri Keuangan

  • Industri keuangan dan perbankan diperkirakan akan menghadapi berbagai tantangan yang semakin kompleks sejalan dengan berkembangnya teknologi dan sistem keuangan modern.
Ekonomi, Fintech & UMKM
Tyo S

Tyo S

Author

YOGYAKARTA, Jogjaaja.com - Industri keuangan dan perbankan diperkirakan akan menghadapi berbagai tantangan yang semakin kompleks sejalan dengan berkembangnya teknologi dan sistem keuangan modern. Salah satu tantangan tersebut adalah praktik rekayasa keuangan. Praktik ini dinilai menjadi salah satu tren yang berkembang lebih cepat dengan berbagai varian produknya. Oleh sebab itu regulator harus bergerak lebih cepat dan antisipatif untuk menghadapi era pasar keuangan yang canggih dan semakin kompleks saat ini.  

Budi Santoso, SE, Ak, MforAccy, Direktur Anti Financial Crime PricewaterhouseCoopers (PwC) mengungkapkan, sesungguhnya tujuan dari rekayasa keuangan adalah untuk meningkatkan efisiensi dan menciptakan nilai tambah bagi investor dan perusahaan. Namun dalam praktiknya rekayasa keuangan seringkali melanggar etika dengan memanfaatkan kompleksitas dan ketidakjelasan produk yang telah direkayasa.

“Penggunaan derivatif yang kompleks, produk terstruktur, dan model kuantitatif telah menjadi praktik standar di kalangan bank dan konglomerasi keuangan. Sayangnya banyak produk tersebut justru mendorong terjadinya rekayasa keuangan yang semakin masif dan mengancam industri keuangan maupun perekonomian secara meluas,” kata Budi dalam seminar bertajuk Membangun Integritas dalam Sistem Keuangan yang digelar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Yogyakarta, akhir pekan lalu.

Budi yang juga dosen Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi UNS Solo ini kemudian mencontohkan kolapsnya Lehman Brothers dan kegagalan beberapa institusi keuangan global saat krisis keuangan pada tahun 2008 sebagai bentuk penyalahgunaan dan kegagalan rekayasa keuangan. Penguraian produk keuangan yang kompleks telah menyebabkan perbankan kehilangan kepercayaan besar-besaran dalam sistem keuangan global dan memerlukan intervensi pemerintah, sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Dalam paparannya, Budi menyampaikan beberapa aspek yang menjadi praktik rekayasa keuangan di indutri perbankan maupun sektor keuangan dunia.

Pertama, penggambaran yang salah dan kurang transparan. Beberapa bank dan lembaga keuangan telah menggunakan rekayasa keuangan untuk menampilkan laporan keuangan yang menyesatkan, menciptakan ilusi kesehatan perbankan dan profitabilitas. Contohnya menyembunyikan kerugian melalui Special Purpose Vehicle (SPV) dan menggunakan produk derivatif yang kompleks untuk menyamarkan risiko yang sebenarnya.

Kedua, mengeksploitasi investor ritel. Budi mengatakan, produk keuangan yang kompleks sering sulit dipahami oleh investor ritel. Beberapa institusi telah memanfaatkan ketidakpahaman ini untuk menjual produk berisiko atau produk yang tidak sesuai. Krisis keuangan tahun 2008 merupakan contoh nyata yaitu dengan penjualan obligasi utang yang dijaminkan (CDO) yang diisi dengan hipotek subprima.

Ketiga, manipulasi pasar. Rekayasa keuangan telah menjadi alat untuk manipulasi pasar melalui praktik seperti perdagangan dengan frekuensi tinggi. Hal ini dapat mengubah dinamika pasar dan menguntungkan institusi perbankan besar dengan akses ke teknologi yang lebih canggih.

Keempat, arbitrase regulasi. Institusi perbankan kadang-kadang menggunakan rekayasa keuangan untuk menghindari regulasi dan institusi pengawasan. Dengan memanipulasi produk dan struktur keuangan, mereka dapat meminimalkan persyaratan modal atau menghindari beberapa pembatasan hukum lainnya.

“Kelima dan yang cukup massif terjadi adalah teknik rekayasa keuangan yang dilakukan untuk mengurangi kewajiban pajak. Praktik seperti ini banyak terjadi di berbagai sektor bisnis, termasuk di perbankan dan industri keuangan global. Di Indonesia, saya rasa juga akan mudah ditemukan praktik sejenis,” jelas Budi.

Untuk menghadapi berbagai tantangan tersebut, regulator bersama para stakeholders di sektor perbankan dan industri keuangan harus bekerja sama untuk memastikan bahwa praktik rekayasa keuangan dapat memberikan manfaat tanpa melanggar etika serta menjadi ancaman terhadap sistem keuangan serta perekonomian.

Menurut Budi beberapa inisiatif yang dapat dilakukan diantaranya adalah pengawasan dan audit berkala. Misalnya melakukan audit berkala tanpa pemberitahuan untuk memastikan kepatuhan terhadap standar regulasi. Selain itu dengan menggunakan alat analitik data untuk mendeteksi anomali dalam laporan keuangan dan transaksi bank.

Langkah lainnya adalah dengan membuat program pelapor kecurangan. Program ini harus memberikan rasa aman dan anonim agar karyawan dan pihak lain dapat melaporkan aktivitas mencurigakan tanpa takut mendapat sanksi.

Transparansi dan pengungkapan. Langkah ini mengharuskan bank untuk mengungkapkan item di luar neraca, kendaraan tujuan khusus, dan instrumen atau struktur keuangan non-tradisional lainnya. Kemudian menerapkan format pelaporan standar untuk mempermudah proses perbandingan dan analisis data lintas institusi.

Sementara regulator juga harus terus memperbarui dan menyesuaikan regulasi agar tetap sejalan dengan evolusi produk dan strategi keuangan. Inisiatif untuk bekerja sama secara internasional menjadi penting untuk memahami tren keuangan global dan mengadopsi praktik terbaik.

“Hal penting lainnya adalah membuat saluran komunikasi terbuka antara regulator, bank, dan pemangku kepentingan lainnya untuk berbagi kekhawatiran dan informasi. Komunikasi yang efektif dan kontinyu seringkali diabaikan, padahal ini adalah langkah pertama kita untuk menjalankan semua program agar dapat beralan optimal dan efektif,” tutup Budi. (*)